Rabu, 22 April 2020



*MBok Yah.*

Mruput ( pagi pagi buta ) mbok Yah sudah berangkat dari kampung nya, dengan jalan kaki...tertatih tatih, sambil gendong tenggok ( kranjang ayaman bambu ) penuh dengan ayam dan masih nyangking ( membawa dengan tangan ) tas plastik juga berisi ayam. 
Selangkah demi selangkah, sambil beliau melantunkan dengan lirih bait demi bait,  pitutur kehidupan, nan menyentuh.

*Ono kidung rumekso ing wengi,  Teguh hayu luput ing lelara. 
Luput ing bilahi kabeh, Jin setan datan purun. Paneluhan tan ana wani, 
Miwah panggawe ala. Gunaning wong luput
Geni atemahan tirta, maling adoh tan ana ngarah ing mami. 
Tuju guna pan sirno*
(Ada sebuah kidung doa permohonan di tengah malam. Yang menjadikan kuat selamat terbebas dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun tidak mau mendekat. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat, guna - guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku. Segala bahaya akan lenyap.)

Kidung ini biasa dinyanyikan pada malam hari. Sebagaimana maknanya, Kidung Rumekso Ing Wengi bertujuan menyingkirkan diri dari balak atau gangguan, baik yang nampak maupun tidak.  Kidung ini juga mengingatkan manusia agar mendekatkan diri kepada Alloh. Sehingga terhindar dari kutukan dan malapetaka yang lebih dahsyat. Dengan demikian kita dituntut untuk senantiasa beriman dan bertaqwa padaNYA. 
*Luar biasah mbok Yah* yang sudah berumur ini, ternyata masih lekat dalam ingatan nya,  melantunkan kidung pitutur yang dalam.  Tertatih - tatih beliau berjalan dengan beban di punggung dan tas anyaman plastik tangan nya yang berisi ayam,  untuk tetap menjalani kehidupan yang dianugerahkan padanya. 
Sungguh semangat yang patut diteladani, dalam gegap gempitanya kehidupan, beliau menjalani kehidupan dengan semeleh pada yang Maha Kuasa. 
*Walau harus berdagang di perko ( emper toko), mbok Yah menjajakan ayam - ayam itu sembari mengharap barokahNYA dan tetap disiplin bermasker.* Semangat mbok Yah nggih.

Salam, -
Haryono

Senin, 13 April 2020

MALU MENULIS


Teringat kata seseorang dalam bincang - bincang, bahwa salah satu trik kreativitas menulis … adalah … sering membuat pertanyaan, dan menjawabnya … dengan catatan  …. jangan pandai bertanya tetapi tidak pandai menjawab. Yang begini tidak ada rumusnya. Tetapi tanyakan dalam hati dan jawabnya juga dalam hati, kemudian pertanyaan dan jawaban itu, harus ditulis. Tentu saja, bila dipertanyakan dan di jawab hanya dalam hati saja, namanya bukan menulis.
 Suatu saat sebenarnya dengan cara dan upaya, kepengin sekali menulis, tetapi rasanya ada yang mengganjal. Bahkan baru pada tahap angen – angen ( membayangkan ) akan sutu topik menulis…… eeee…. sudah ada yang menulis tentang hal sama, persis seperti yang ada dalam pikiran. Tentu saja gelo ( menyesal ) dalam hati, kenapa gak saya yang nulis ?.
Lalu dalam batin terdalam timbul pertanyaan ….. lho bapak ini kok nulisnya sama  persis seperti yang kupikirkan, apa cara berpikir beliau sama sepertiku.
Kok beliau bisa menuliskan, sementara aku yang juga memikirkan topik itu, dan berkeinginan untuk menulis, tapi kok hanya sebatas pada pikiran, dan tidak dapat menuangkan dalam bentuk tulisan. Atau apakah karena saya hanya sebatas terampil membaca saja ?, terkadang pertanyaan – pertanyaan ini terbersit dalam pikiran.
Pergulatan dalam batin terdalam bahwa dengan alasan apa pun, tabu merendahkan diri sendiri dalam hal keteramplan menulis, minimal salah satu alasanya, bahwa bila dalam benak sudah terpatrikan tentang ketidak bisaan / ketidak terampilan menulis, maka yang akan terjadi tentu sebagaimana yang terekam dalam alam bawah sadar nya. Tidak bisa menulis beneran.
 Oleh itu dengan alasan apa pun dalam batin usahakan selalu ditanamkan, saya bisa menulis. Dengan harapan suatu saat, entah kapan, terealisasi keinginan itu. Minimal hal ini dapat sebagai picu semangat, sokur menjadi gairah dalam menjalani ritual menulisnya.
Agar pada akhirnya keinginan menulis menjadi kebiasaan dan kebisaan yang mengalir dengan sendirinya. Beda hal nya kalau keinginan untuk menulis itu dikesampingkan, bahkan sengaja atau tanpa sengaja diabaikan sendiri, misalnya dengan mempertanyakanya.
Ach mana bisa aku menulis,? Mana mampu aku menulis ? Mana mungkin awak terampil menulis?. Hingga kemudian yang terjadi adalah krenteg ( niat ) menulis , benih menulis itu, tidak terpupuk. Karena kita sendirilah yang membunuhnya. Akibatnya.......tidak perlu dituliskan di sini. 
 Celakanya, setelah mempertanyakan kebiasaan dan kebisaan sendiri, yang akan terjadi adalah seolah ada tembok penghalang, rasa malu menulis. Untuk itu, dibutuhkan pemicu semangat terhadap diri sendiri yang selalu dikobarkan : Saya bisa menulis, saya terampil menulis, dan seterusnya.
***
Selanjutnya bila pengin menulis … ya tulis saja, besarkan hati, beranikan diri bahwa diri ini memang bisa menulis. Tembok penghalang terampil menulis sudah rubuh karena kita tidak berpikir bahwa di depan kita berdiri tembok itu.
Karena menulis tidak pakai modal, menulis tidak menengadahkan tangan  kepada orang lain. Jadi tidak ada kamus malu menulis.
Gremengan ( gumaman ) batin awak sambil tersenyum, memberi  semangat pada diri sendiri, hapus urat malu menuliswong ora nyolong ora njupuk ( tidak mencuri dan tidak mengambil tanpa izin ), dan kobarkan semangat menulis.
Ternyata siapa pun, bisa menulis, dan tidak ada kamus malu menulis. Ibaratnya ; tembok penghalang malu menulis sudah tidak ada lagi, sudah runtuh, selanjutnya ….. monggo menulis dan lebih kreatif menulis.  
So ….. bagaimana menurut sampeyan ???

Salam,-
Haryono HS

Minggu, 12 April 2020

BERBAGI ( lanjutan 1 )


Waktu pun berlalu sangat cepatnya, dan berjalan sebagaimana yang dikehendakiNYA. Dan rutinitas kerja Hakim, tiap hari ya seputar kebersihan ruangan, nyepak - nyepak ke ubo rampe  ( menyedikan alat - alat ) mengajar, spidol, penghapus, hingga mengecek dan memasang LCD ia lakukan. Tentu saja teh dan air putih sudah tersedia di meja dosen, itu yang menjadi tanggung jawabnya utamanya.

Tak terasa tahun - tahun terberat baginya  ia lalui. Tibalah di hari bersejarah itu. Rona wajah - wajah ceria terlihat terpancar di semua orang yang hadir, bahkan tak ketinggalan tentu saja Hakim dengan ke dua orang tua yang mendampinginya.

Terlihat wajah Hakim yang mungkin orang akan sulit mengartikan nya. Senang dan gundah dapat dipastikan lebih dari yang lain. Karena kalau yang lain perjuangan nya tentu saja sangat berbeda dengan nya. Kuliah dengan lika – liku yang tidak seberapa terjal sebagaimana yang ia alami.
Gak terbayangkan se ujung kuku pun, bahwa ia akan mengenakan toga seperti ini, mengenakan toga sebagaimana yang ia saksikan di tiap tahun ngofis boy di kantor ini.
Tetapi kali ini ia berdiri sejajar dengan putra - putri terbaik pertiwi, ia duduk di deretan wisudawan - wisudawati, yang memiliki banyak kelebihan dibanding dirinya.

Allah Maha Adil, bayangkan kalau awak dulu gak kerja di sini, dan kalau awak juga gak jumpa dengan pak R Yanto, yang petinggi PT ini dan kalau beliau gak bertanya tentang sekolah saya, apa mungkin awak bisa nyandang ( memakai ) toga seperti ini. Karena dari ngendikan ( ucapan ) beliaulah menjadikan aku terpacu bersekolah hingga kuliah. 
Bisa sampeyan bayangkan terpikir pun tidak, wong Aliyah saja gak tamat, pergi ke kota merantau, … tiap kantor kudatangi, Ahamdulillah dapat rezeki ngofis boy di sini.

***
Bisa saja kalau bukan karena doa simbok ku, mungkin tidak se lancar ini. Sebagaimana saat awak pamit pertama kali merantau.
Mbok ( maaaak ) ...  Hakim pamit merantau  ke Jakarta boleh mbok.
Tidak sepatah kata pun keluar dari bibir simbok. Sambil memandangku sangat tajam. Walau dekat, seolah simbok menerawang jauh entah apa yang dipikirkanya. Lalu gak tega aku menatap pasuryane ( raut muka ) simbok yang semburat entah sedih entah kaget. Segera kujatuhkan kepalaku di pangkuan beliau. Ku bersimpuh tunduk dipangkuan nya.
Tak sepatah kata pun simbok ku mengucapkan kata – kata, beliau hanya mengelus - elus kepala ku sebagaimana kebiasan beliau semasa kecil, sembari ditiup umbun umbun ku, dengan sayup sayup beliau ucapkan doa nya.
Duch rasane gelo ati iki ( rasanya menyesal hati ini ) kenapa aku tega hati, pamit ke simbok pergi merantau. Karena disela - sela simbok ku meniupkan napas doa di umbun umbunku buliran air hangat setetes demi setetes mengalir menyusuri sela - sela rambutku. 
Ya Allah, Ya Rabb…… batin terdalamku merintih, gelombang detakan rasa sedih di dada berdegub kencang, berdesir perih. Bukan karena simbok mungkin tidak mengizinkan, namun telah membuat simbok ku meneteskan air mata, itu sesal tiada tara. Ampuni hamba ya Alloh, apa yang sudah kuperbuat…., hingga sampai mutiara simbok ku jatuh dari untaian nya, ampuni hamba ya Alloh. Dengan dremimil ( mengucap ) namun gak terucap, hanya dalam batin, dan hanya samapi kepada bibir atas bawah saling terkatup, karena gak berani mengucapkanya.
Sebenarnya awak ingin menangis berteriak sekeras,…. kerasnya, namun apa jadinya simbok ku, kalau kulakukan itu, dan yang keluar dari mulutku lirih, ku ucapkan kepada simbok sambil membik - membik lirih ( sesengguk an pelan ).
“Ya sudah mbok, kalau Hakim gak di izinkan pergi juga gak apa apa.” Ucapku keronto ronto ( nestapa ). ( bersambung )


Salam,-
Haryono

Sabtu, 11 April 2020

BERBAGI ( lanjutan )



Saat mendekati tahun perkulihan. Awak bertemu Hakim. "Gimana Kim, sudah njumpai pak Irsam" tanyaku.

"""Sampun pak.....lha malah kula bade matur bapak."", ( sudah pak …. saya mau bilang sama bapak ) .


"Opo ? Tanyaku"

"Lha mangke nopo sekeca. Wong kula ofis boy kok .... nderek kuliah ten nglebet ruangan." . ( Lha nanti apa enak, wong saya office boy kok ikut kuliah di dalam ruangan ).

Tanya nya.


Jawabku serta merta :  Lha memangnya kenapa, ...... ora enak karo sopo. ( gak enak sama siapa )

Kamu siap bersih - bersih, lalu ikut duduk di barisan paling belakang. 

Pak Dosen nya ngasih kuliah, kamu gak duduk di situ pun, beliau juga mengajar kan. 


*Saya ulangi sekali lagi " Ada atau tidak ada kamu, beliau akan tetap mengajar di kelas itu."

Kan gak ada hubungan nya, dengan kamu duduk di ruangan itu dan atau kamu gak duduk di ruangan itu to."*

*Yang penting semua tugas - tugas kamu beres, dan bahkan kamu harus lebih rajin dari sebelumnya dan hasil pekerjaan mu lebih baik*

Lagian administrasimu dengan pak Irsam sudah beres kan.


""Sampun pak.....Alhamdulillah...malah kula diparingi  sangu, kaliyan pak Irsam kangge tumbas buku tulis ball point kaliyan arto ngge potocopy niku pak ."" ( Sudah pak….justru saya diberi buku tulis, ball point dan uang untuk poocopi pak ). “”  Jawabnya.

***

 Waktu pun berjalan....tak hendak berhenti.

Dosen dosen ( utamanya dosen tetap ) juga bisik - bisik ... 'kok Hakim akhir - akhir ini sering ikut duduk di belakang ya pak' .


Itu yang kudengar selentingan pembicaraan nya. 

Lho ....di kuliahku semalam juga ikut tuh. Apa nama Abdul H ....ini ya. Ada salah satu dosen yang nunjukkan absen kelas nya.

Dalam batin ku.....ya biar saja lah, wong ada dia atau gak ada dia .. bapak -  bapak kan juga mengajar. 

Dan kami ( lembaga )  sudah menunaikan kewajiban sesuai dengan aturan yang ada. Biarlah berjalan sebagaimana mestinya.


Tiba suatu semester. Hakim menghadap saya.

""Bapak ... semester ini ada mata kuliah yang diampu pak Warsito itu gimana ya pak sebaiknya saya""? 

*"Gimana gimana gimana? Ya kuliah saja"*  Dengan enteng ku jawab pertanya an nya.



Beliau bapak Warsito, di PT ini termasuk salah satu pimpinan Yayasan, jadi beliau tahu persis siapa Abdul Hakim. 



Kebeneran saya belum sempat bertemu dengan  beliau untuk membicarakan hal ini. Biarlah berproses alamiah apa yang akan terjadi nanti bila beliau bertemu dengan Hakim, bila ikut duduk di ruang kuliah. Ya diselesaikan nanti saja lah. Batin ku.


Suatu waktu ....pak Warsito ngendiko :

 "Lho itu kan Hakim ...kok ikut duduk di belakang. Apa dia ikut kuliah juga ya .

Oooo.. …… Berarti benar rupanya selentingan beberapa dosen. Bahwa Hakim ikut kuliah."  Itu cerita beliau ke saya saat kami bertemu dengan beliau dan beliau mengungkapkan tentang hal tersebut. Sambil beliau membawa daftar absen mata kuliah yang beliau ampu.


"Emang administrasinya sudah  beres ya pak?"  tanya beliau.

"Dengan senyam senyum awak jawab :  Semestinya sudah, wong bagian pengajaran juga sudah mengeluarkan daftar absen, berarti tidak ada ganjalan administrasi. Jawabku."

Mmmmmmm…… hanya begitu juga beliau menggumam,



Hingga tibalah suatu saat tiba - tiba Hakim menghadap dengan muka serius, sambil menunjukkan wajah semburat sedih mendalam.


""Bapak, ......saya mohon izin keluar gak melanjutkan kuliah lagi pak"" ujarnya


Loh ....kenapa?

Ada mata kuliah yang paling saya takuti pak. Dari dulu saya paling lemah kalau hitung menghitung. Ini ada mata kuliah matematika itu gimana pak ya. Ikut dua kali saja ....kepala saya pusing sekali".

Apa jawabku coba. Sampeyan tebak. 


Itu yang benar Kim.....yang namanya kuliah, kalau kamu gak pusing, berarti kamu gak mikir. 

Lalu supaya gak pusing, caranya  ..... kalau orang lain sekali membaca sudah tahu. Kamu ya dua kali, bahkan bisa jadi tiga kali mengulangi membacanya agar kamu tahu. 


Kalau masih belum tahu.... berguru atau bertanya kepada yang lebih tahu. Maka nanti kamu akan tahu. Itu jawabku.

Mlongo saja dia atas jawabanku. ( bersambung ) 



Salam,-

Haryono