Selasa, 18 Juli 2017

MENULIS ITU MENGASYIK KAN.

"Monggo Menulis"

Entah apa pasal, akhir - akhir ini awak  gak nulis - nulis, alasan nya selalu ada. Yang paling enak ya itu tadi, yang repotlah, yang gak pas waktu nya lah, atau karena gak menulis pun gak apa apa. Apa pun alasan nya yang pasti, gak ada tulisan sama sekali. 
Kalau dipikir, yang paling mudah adalah  menjawab pertanyaan – pertanyaan, mengapa  tidak menulis – menulis. Dan jangan heran bila jawaban nya akan cepat dan terasa pas. “Apa karena selama ini, di alam pikir kita sudah terekam bahwa menulis itu susah”, sehingga kalau mau menulis, seolah - olah ada tembok yang  berdiri di hadapan kita bagai penghalang. Hingga menjadikan tidak nyambung antara pikir, rasa dengan sensor otak penggerak keterampilan menulis. Yang lebih parah lagi bila kita sendiri secara tidak sadar sudah memperkecil bahkan berkecenderungan mematikan / membunuh kemampuan terampil menulis ini. 

Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan, salah satunya adalah serapan informasi masuk,  yang menyatakan bahwa menulis itu tidak mudah, lebih bayak dibandingkan dengan  informasi yang menyatakan bahwa menulis itu mudah. 
Dalam bayangan  saya bagi sebagian yang berpendapat “bahwa menulis itu susah,” salah satu penyebabnya adalah bahwa ia sendiri selalu berpikir bahwa menulis itu susah, sehingga secara tidak sadar di alam bawah sadar nya terbentuk stigma  ;  “bahwa menulis itu susah” . Stigma itu berdiri kokoh seolah tembok penghalang yang tidak teruntuhkan. 
Kalau sudah begitu tentu saja sensor keterampilan menulis menjadi otomatis terhalangi.  
Dan ternyata diri kita sendiri yang sudah secara perlahan melemahkan bahkan membunuh karakter keterampilan menulis diri sendiri.  
“”Kalau sudah demikian, bagaimana sebaiknya ?  “”  Jawaban terindah, “ Ya menulis “ . 

Hilangkan rasa dan atau pikiran bahwa menulis itu susah, ganti dengan stigma  baru :  .. bahwa menulis itu mudah “ . Karena yang membuat menulis itu tidak mudah adalah diri sendiri, obatnya ya dari diri sendiri.  Bila tembok penghalang itu sudah runtuh, hingga asumsi yang dimiliki adalah rasa optimis bahwa menulis itu mudah, lalu babak baru dimulai. Menulis.
 “ Lha iya ..... yang mau saya tulis itu apa ?”
Cara sederhana dan termudah adalah,  dengan meng endapkan apa yang hendak diucapkan / apa pun itu. Susun secara perlahan, rapi dan jangan dikeluarkan dari indera ucap.
Tetapi ubah dan tuangkan ke dalam lembar - lembar kosong itu, hingga terbentuk sebuah tulisan. 

Rasakan proses ini dengan hati terdalam, hingga muncul kalimat ini :  “”” Weeeeh...... menulis yang selama ini layaknya hantu yang menakutkan, ternyata mampu awak buat juga”””. Ahamdulillah.
Teruskan menulis nya, tumpahkan semua uneg - uneg dari alam pikir itu. Puaskan dan tuangkan sebanyak banyak nya. Kikis tembok penghalang itu. Jadikan pelecut pergulatan kekuatan meruntuhkan tembok penghalang itu sebagai modal penyemangat, bahwa ternyata menulis itu mengasyik kan .

Jadi, hanya begitu rupanya.
“”Ya iya.....mau apa lagi, namanya menulis, ya menulis, bukan mau menulis,  bukan akan menulis dan bukan ingin menulis.
Benar kata orang, bahwa menulis itu aplikasi kesabaran. Sabar mengelola diri sendiri, sabar menghadapi tanggapan, bahkan sabar untuk terus menulis.
Dan jangan lupa ; selalu mencari pemicu untuk menulis. Bila sudah dapat pemicu menulis, lalu tulis saja. Karena menulis  adalah latihan menulis itu sendiri. Diperlukan kesabaran dalam latihan.
Konon, dalam prespektif antropologi, bahwa penggunaan bahasa tulis berbanding lurus dengan tingkat peradaban masyarakat. 
Artinya semakin intensif masyarakat mengungkapkan gagasan secara tertulis, tidak hanya melalui bahasa ucap, semakin tinggi pula tingkat peradaban nya. Wallahu a’lam. 

Tambahan dari anak saya, yang tukang nulis, supaya bisa menulis itu setidaknya ada dua hal yang harus dipenuhi : (1) tenang (2) tahu apa yang mau ditulis.

Kalau sudah begitu, lalu ? . Monggo silahkan menulis. Bagaimana menurut sampeyan ?

Salam, Harduk,-
Salatiga, 18 Juli 2017