Rabu, 06 September 2017

KE GEDONG SONGO YUUUUKS....



GEDONG SONGO

Semalam awak pergi ke Gedong Songo.  Jarak rumah kami ke Gedong Songo, kata mbah Gogel dua puluh enam kilo meteranlah. Dan awak coba ngikuti jalan yang dituntun mbah Gogel. He he he...
Dari rumah, hingga Ambarawa, persis jalur kalau awak gowes. Rumah - jembatan Tuntang , belok kiri  desa Asinan, jumpa RSUD Ambarawa, Museum Ambarawa , lalu Jalan Pemuda Ambarawa.
Nach setelah ujung jalan pemuda Ambarawa ini, semestinya belok kanan, lalu belok kiri lewat jalur biasa Ambarawa - Bandungan ( Ada petunjuknya besar ).
Namun awak ngikut saja apa kata mbah Gogel. Sekali - kali tidak ikut jalan biasa kenapa?. Siapa tahu mendapat hal - hal yang baru. ( He he he he ....). Hingga awak dari ujung simpang tiga jalan Pemuda ambil belok kiri. Menyusuri jalan Semarang – Magelang, kira kira 1500 meter jumpa simpang tida lalu belok kanan , bila tidak salah nama jalan nya,  Jalan Kartini Tambak boyo.  Sebenarnya agak gak - enak hati, kok jalan nya begini. Bila simpangan mobil pas –pasan lagi, hingga salah satu mobil harus berhenti. Jangan – jangan salah ini mbah Gogel.
Daripada daripada .... awak pun nanya ke ibu yang sedang belanja di tukang sayur pinggir jalan. Apa benar ini jalan menuju ke Gedong Songo. Lalu jawab sang ibu. “Inggih mas, leres, malah langkung caket medal mriki. “ terjemahan bebasnya ; “Benar mas, malah lebih dekat lewat sini”.  Tentu saja mau mbalik ya tanggung, awak jalan terus saja, walau sempit jalan nya plus pinggir nya jurang rang itu, Ha ha ha .......tahan sajalah.

SIMPANG TIGA  MENUJU KOMPLEKS GEDONG SONGO
Alhamdulillah.... gak berapa lama sudah langsung tembus di simpang tiga jalan mulus Ambarawa – Bandungan, hanya kira - kira lima ratus meter dari simpang tiga Gedong Songo. Jadi begitulah, tentu saja, awak berangkatnya gak lewat Bandungan.  
Kira - kira lima menit dari simpang tiga ini, sampailah kami  di kompleks candi Gedong Songo. Dua cara dapat ditempuh untuk sampai di candi teratas, adalah jalan kaki dan naik kuda, silahkan pilih sendiri dan sensasinya berbeda - beda. Kalau sampeyan jalan kaki, tentu saja tidak merasakan sensasi naik kuda di pegunungan dengan pendakian tajam dan penurunan yang curam.
KAWAH BELERANG

Walau kudanya tentu saja sudah terlatih, rugi rasanya kalau tidak merasakan sensasi itu. Tetapi kalau sampeyan takut naik kuda. Ya namanya saja takut, ya nggak usah dipaksakan. Yang patut diketahui, jalan menaik dan menurun di sini sudah di paving batu lempengan, sehingga bila saat kudanya jalan, gesekan batu dengan sepatu  kuda yang terbuat dari besi, yang terdengar di kuping kita, dan terasa mak seeeer di ulu hati. He he he he..........Apalagi di samping sampeyan tentu saja jurang to, walau jurangnya tentu saja tidak sedalam jurang di Jalur pendakian di puncak gunung Lawu.  Tetapi sensasi ngeri - ngeri sedap itu terasa juga.
Oh ya .... setelah candi dua, akan melewati sumber belerang yang masih aktif menyembur, hingga udara di sekeliling semburan masih terasa pekat. Foto foto saja dengan latar belakang semburan belerang itu. Masnya penuntun kuda akan dengan senang hati mengabadikan gambar - gambar sampeyan.

Setelah cukup nengok candi yang paling atas, awak pun turun, tentu saja sambil menikmati pemandangan yang luar biasa elok, plus udara yang sangat sejuk dan segar.  Semoga nggak berapa lama lagi awak bisa ke sana lagi, Aamiin
Bagaimana menurut sampeyan ?


Salatiga, 6 September 2017
Salam, Harduk,-