Semalam awak pergi ke Gedong
Songo. Jarak rumah kami ke Gedong Songo,
kata mbah Gogel dua puluh enam kilo meteranlah. Dan awak coba ngikuti jalan
yang dituntun mbah Gogel. He he he...
Dari rumah, hingga Ambarawa, persis
jalur kalau awak gowes. Rumah - jembatan Tuntang , belok kiri desa Asinan, jumpa RSUD Ambarawa, Museum
Ambarawa , lalu Jalan Pemuda Ambarawa.
Nach setelah ujung jalan pemuda
Ambarawa ini, semestinya belok kanan, lalu belok kiri lewat jalur biasa
Ambarawa - Bandungan ( Ada petunjuknya besar ).
Namun awak ngikut saja apa kata
mbah Gogel. Sekali - kali tidak ikut jalan biasa kenapa?. Siapa tahu mendapat
hal - hal yang baru. ( He he he he ....). Hingga awak dari ujung simpang tiga
jalan Pemuda ambil belok kiri. Menyusuri jalan Semarang – Magelang, kira kira
1500 meter jumpa simpang tida lalu belok kanan , bila tidak salah nama jalan
nya, Jalan Kartini Tambak boyo. Sebenarnya agak gak - enak hati, kok jalan nya
begini. Bila simpangan mobil pas –pasan lagi, hingga salah satu mobil harus
berhenti. Jangan – jangan salah ini mbah Gogel.
Daripada daripada .... awak pun
nanya ke ibu yang sedang belanja di tukang sayur pinggir jalan. Apa benar ini
jalan menuju ke Gedong Songo. Lalu jawab sang ibu. “Inggih mas, leres, malah langkung caket medal mriki. “ terjemahan
bebasnya ; “Benar mas, malah lebih dekat lewat sini”. Tentu saja mau mbalik ya tanggung, awak jalan
terus saja, walau sempit jalan nya plus pinggir nya jurang rang itu, Ha ha ha
.......tahan sajalah.
Alhamdulillah.... gak berapa lama
sudah langsung tembus di simpang tiga jalan mulus Ambarawa – Bandungan, hanya
kira - kira lima ratus meter dari simpang tiga Gedong Songo. Jadi begitulah, tentu saja, awak berangkatnya gak lewat Bandungan.
Kira - kira lima menit dari simpang tiga ini, sampailah kami di kompleks candi Gedong Songo. Dua cara dapat ditempuh untuk sampai di candi teratas, adalah jalan kaki dan naik kuda, silahkan pilih sendiri dan sensasinya berbeda - beda. Kalau sampeyan jalan kaki, tentu saja tidak merasakan sensasi naik kuda di pegunungan dengan pendakian tajam dan penurunan yang curam.
Kira - kira lima menit dari simpang tiga ini, sampailah kami di kompleks candi Gedong Songo. Dua cara dapat ditempuh untuk sampai di candi teratas, adalah jalan kaki dan naik kuda, silahkan pilih sendiri dan sensasinya berbeda - beda. Kalau sampeyan jalan kaki, tentu saja tidak merasakan sensasi naik kuda di pegunungan dengan pendakian tajam dan penurunan yang curam.
Walau kudanya tentu saja sudah
terlatih, rugi rasanya kalau tidak merasakan sensasi itu. Tetapi kalau sampeyan
takut naik kuda. Ya namanya saja takut, ya nggak usah dipaksakan. Yang patut
diketahui, jalan menaik dan menurun di sini sudah di paving batu lempengan,
sehingga bila saat kudanya jalan, gesekan batu dengan sepatu kuda yang terbuat dari besi, yang terdengar di
kuping kita, dan terasa mak seeeer di ulu hati. He he he he..........Apalagi di
samping sampeyan tentu saja jurang to, walau jurangnya tentu saja tidak sedalam
jurang di Jalur pendakian di puncak gunung Lawu. Tetapi sensasi ngeri - ngeri sedap itu terasa
juga.
Oh ya .... setelah candi dua, akan melewati sumber belerang yang masih aktif menyembur, hingga udara di
sekeliling semburan masih terasa pekat. Foto foto saja dengan latar belakang
semburan belerang itu. Masnya penuntun kuda akan dengan senang hati
mengabadikan gambar - gambar sampeyan.
Setelah cukup nengok candi yang
paling atas, awak pun turun, tentu saja sambil menikmati pemandangan yang luar biasa
elok, plus udara yang sangat sejuk dan segar. Semoga nggak berapa lama lagi awak bisa ke
sana lagi, Aamiin
Bagaimana menurut sampeyan ?
Salatiga, 6 September 2017
Salam, Harduk,-