Senin, 13 April 2020

MALU MENULIS


Teringat kata seseorang dalam bincang - bincang, bahwa salah satu trik kreativitas menulis … adalah … sering membuat pertanyaan, dan menjawabnya … dengan catatan  …. jangan pandai bertanya tetapi tidak pandai menjawab. Yang begini tidak ada rumusnya. Tetapi tanyakan dalam hati dan jawabnya juga dalam hati, kemudian pertanyaan dan jawaban itu, harus ditulis. Tentu saja, bila dipertanyakan dan di jawab hanya dalam hati saja, namanya bukan menulis.
 Suatu saat sebenarnya dengan cara dan upaya, kepengin sekali menulis, tetapi rasanya ada yang mengganjal. Bahkan baru pada tahap angen – angen ( membayangkan ) akan sutu topik menulis…… eeee…. sudah ada yang menulis tentang hal sama, persis seperti yang ada dalam pikiran. Tentu saja gelo ( menyesal ) dalam hati, kenapa gak saya yang nulis ?.
Lalu dalam batin terdalam timbul pertanyaan ….. lho bapak ini kok nulisnya sama  persis seperti yang kupikirkan, apa cara berpikir beliau sama sepertiku.
Kok beliau bisa menuliskan, sementara aku yang juga memikirkan topik itu, dan berkeinginan untuk menulis, tapi kok hanya sebatas pada pikiran, dan tidak dapat menuangkan dalam bentuk tulisan. Atau apakah karena saya hanya sebatas terampil membaca saja ?, terkadang pertanyaan – pertanyaan ini terbersit dalam pikiran.
Pergulatan dalam batin terdalam bahwa dengan alasan apa pun, tabu merendahkan diri sendiri dalam hal keteramplan menulis, minimal salah satu alasanya, bahwa bila dalam benak sudah terpatrikan tentang ketidak bisaan / ketidak terampilan menulis, maka yang akan terjadi tentu sebagaimana yang terekam dalam alam bawah sadar nya. Tidak bisa menulis beneran.
 Oleh itu dengan alasan apa pun dalam batin usahakan selalu ditanamkan, saya bisa menulis. Dengan harapan suatu saat, entah kapan, terealisasi keinginan itu. Minimal hal ini dapat sebagai picu semangat, sokur menjadi gairah dalam menjalani ritual menulisnya.
Agar pada akhirnya keinginan menulis menjadi kebiasaan dan kebisaan yang mengalir dengan sendirinya. Beda hal nya kalau keinginan untuk menulis itu dikesampingkan, bahkan sengaja atau tanpa sengaja diabaikan sendiri, misalnya dengan mempertanyakanya.
Ach mana bisa aku menulis,? Mana mampu aku menulis ? Mana mungkin awak terampil menulis?. Hingga kemudian yang terjadi adalah krenteg ( niat ) menulis , benih menulis itu, tidak terpupuk. Karena kita sendirilah yang membunuhnya. Akibatnya.......tidak perlu dituliskan di sini. 
 Celakanya, setelah mempertanyakan kebiasaan dan kebisaan sendiri, yang akan terjadi adalah seolah ada tembok penghalang, rasa malu menulis. Untuk itu, dibutuhkan pemicu semangat terhadap diri sendiri yang selalu dikobarkan : Saya bisa menulis, saya terampil menulis, dan seterusnya.
***
Selanjutnya bila pengin menulis … ya tulis saja, besarkan hati, beranikan diri bahwa diri ini memang bisa menulis. Tembok penghalang terampil menulis sudah rubuh karena kita tidak berpikir bahwa di depan kita berdiri tembok itu.
Karena menulis tidak pakai modal, menulis tidak menengadahkan tangan  kepada orang lain. Jadi tidak ada kamus malu menulis.
Gremengan ( gumaman ) batin awak sambil tersenyum, memberi  semangat pada diri sendiri, hapus urat malu menuliswong ora nyolong ora njupuk ( tidak mencuri dan tidak mengambil tanpa izin ), dan kobarkan semangat menulis.
Ternyata siapa pun, bisa menulis, dan tidak ada kamus malu menulis. Ibaratnya ; tembok penghalang malu menulis sudah tidak ada lagi, sudah runtuh, selanjutnya ….. monggo menulis dan lebih kreatif menulis.  
So ….. bagaimana menurut sampeyan ???

Salam,-
Haryono HS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar